Frente Atletico Tukang Buat Onar Kota Madrid
27 Juli 2015,kelompok ultras tuan rumah, Real Oviedo, bentrok dengan ultras Atletico Madrid beberapa saat sebelum pertandingan persahabatan dimulai. Polisi pada akhirnya mampu meredam bentrokan tersebut. Namun, ultras Atletico lagi-lagi disorot sebagai biang onar. Terakhir, ulah mereka menyebabkan Francisco Jose Romero Taboada, suporter Deportivo La Coruna, meninggal dunia pada November 2014.
Saat itu sekitar 200 orang terlibat pertempuran antara ultras Atletico dengan Deportivo. Kedua kubu bentrok dengan melemparkan berbagai benda seperti petasan, kursi dan tongkat. Anggota kelompok ultras Deportivo yang terbunuh itu pun dibuang ke Sungai Manzanares. Kendati sempat mendapatkan pertolongan, namun pihak rumah sakit gagal menyelamatkan pria 43 tahun tersebut.
Pada insiden tersebut 15 orang suporter Atletico dinyatakan bersalah. Mereka terbukti terlibat dengan Atletico sebagai pengorganisir bentrokan tersebut. Alhasil kubu Rojiblancos, julukan Atletico, telah mengambil keputusan untuk mengusir Frente dari Stadion Vicente Calderon dan mengakhiri semua hubungan dengan mereka. Berbagai atribut dan spanduk berbau Frente pun dilarang beredar di Vicente Calderon.
"Frente Atletico telah diusir Atletico Madrid. Mulai hari ini, Frente Atletico bukan lagi kelompok pendukung resmi yang diakui oleh klub," berikut pernyataan dari akun twitter resmi Atletico.
Hikayat Frente Atletico
Atletico sudah besar dari dukungan para suporternya sejak tahun 1960-an. Kelompok Frente merupakan yang terbesar sejak 1982. Sampai sekarang pun Frente merupakan kelompok suporter terbesar di La Liga. Sedikitnya, mereka memiliki 2.500 anggota.
Pada awalnya kelompok ultras ini bernama Brigata Rossibianca, tapi pihak klub menyarankan untuk mengadopsi nama yang diambil dari istilah Spanyol. Maka, mereka memutuskan menggunakan nama "Frente Atletico" yang mengacu kepada organisasi Front Pemuda Falangist, yang merupakan gerakan politik Spanyol di era 1930-an dari fasisme Estado Novo, Jerman dan Italia.
Frente merupakan kelompok yang paling menggemari laga tandang. Seperti ketika Rojiblancos mencapai final Piala UEFA 1986 mereka mengirim sebanyak 20 bus dengan total sekitar 30 ribu anggota Frente menuju Lyon, Prancis.
Kemudian Frente diresmikan sebagai organisasi pendukung resmi pada tahun 1988 setelah melihat upaya dukungan yang selalu diberikan dari ribuan anggotanya, terutama perihal kontribusi finansial yang kontiniu kepada Atletico.
Akan tetapi, dari tahun ke tahun catatan kekerasan Frente semakin banyak. Meninggalnya suporter Deportivo Tamuado bukanlah yang pertama. Aitor Zabaleta, suporter Real Sociedad, juga meninggal pada 8 Desember 1998 karena tusukan pisau saat bentrokan ultras.
Pada tahun 90-an Frente semakin besar, bahkan bisa dengan mudah terlihat di tribun tamu stadion lawan melalui aksi unik mereka. Pada 1991, Atletico berhasi menjuarai Copa del Rey dengan mengalahkan RCD Mallorca di Stadion Bernabeu, kandang Real Madrid, musuh satu kota mereka dan merayakan pesta besar sepanjang malam di Bernabeu.
Pembentukan Francoisme pada Tubuh Frente
Secara politis ada banyak anggota Frente yang berkomitmen untuk rezim Jendral Franco, mantan diktator Spanyol. Atas alasan itulah, mereka berjuang melawan pergerakan otonomi kepada Basque (Atletico Bilbao), Catalan (Barcelona) dan ideologi-ideologi sayap kiri karena Frente beraliran sayap kanan.
Mereka menggunakan simbol Nazi dan memelihara hubungan dengan kelompok-kelompok suporter sayap kanan lainnya di Eropa, terutama bersahabat dengan Ultras Ruch Chorzow, Polandia, dan Ultra Boys Gijon, juga kelompok fasis di Dusseldorf Jerman. Makanya, tidak jarang Frente terlibat perseteruan yang berujung bentrokan dengan kelompok-kelompok sayap kiri.
Makanya, jika melihat ideologi yang dianutnya, sesengit-sengitnya perseteruan dengan kelompok Real Madrid, mereka bakal bersatu jika harus berhadapan dengan kelompok otonomi. Contohnya, dua ultras satu kota itu bersatu untuk memburu suporter Bilbao yang berasal dari Basque pada final Copa del Rey 1985.
Perang saudara Spanyol dari 1936 sampai 1939 membawa perubahan mendasar kepada sepakbola Madrid. Penggabungan kesebelasan yang didirikan anggota Angkatan Udara Spanyol, Athletic Aviacion de Madrid, mendapatkan banyak persetujuan dari pemerintahan otoriter baru.
Dibentuknya Atletico pun tidak lepas dari Bilbao ketika tiga pelajar dari Madrid membentuk sebuah kesebelasan sepakbola yang berinduk kepada Basque pada 1903. Tiga orang Madrid itu memutuskan untuk berpisah dengan para pendahulunya di Basque pada awal 1920-an, namun masih tetap menggunakan seragam yang sama, yaitu garis-garis merah dan putih. Perpisahan dari Bilbao pun tidak lepas juga dari unsur kepercayaan serta kesetiaan kepada paham Jendral Franco.
Kendati pemanfaatan Franco lebih mengandalkan Madrid, Atletico justru lebih pro kepada politik sayap kanan diktator Spanyol tersebut ketimbang rival satu kotanya. Sebagian besar pendukung Rojiblancos menjadi pelabuhan sentimen nasionalis yang kuat; dan hal ini tercermin lewat keberadaan Frente.
Mereka menguasai bar di sekitar Vicente Calderon, kandang Atletico. Dinding-dinding tempat perkumpulan tersebut dicat dengan grafiti-grafiti berbau sayap kanan. Mereka juga akan bereaksi kepada suporter oposisi, terutama Basque dan Catalan. Hormat fasis menjadi sajian wajib mereka di dalam stadion, belum lagi nyanyian ofensif dan spanduk-spanduk fasis yang kerap dibentangkan.
Upaya Rival Satu Kota untuk Menyingkirkan Ultras
Pemain Madrid, Marcelo, pernah menjadi sasaran nyanyian fasis sekitar 500 anggota Frente. Makian yang berbunyi "Marcelo adalah monyet, biarlah ayahmu mati," dialamatkan kepada full-back asal Brasil tersebut saat sedang melakoni sesi latihan.
Ultra Sur, nama kelompok ultras Madrid, juga identik dengan politik sayap kanan. Mereka kerap menonjolkan simbol-simbol fasis di tribun. Maka dari itu, baik petinggi Madrid maupun Atletico sama-sama berkomitmen untuk mengusir ultras dari tribun sepakbola mereka.
Pengusiran itu mendapat dukungan dari masyarakat dan media Spanyol. Mereka menuntut agar kesebelasan apapun yang berlaga di Liga Spanyol bersedia untuk memutuskan hubungan dengan kelompok ultras.
Pada pertandingan Derby Madrid 2014/2015 pekan ke-22 La Liga pun, mereka bekerja sama mencegah masuknya ultras kedua kubu dengan cara menjual tiket dengan sistem personal. Persyaratan masuk ke Vicente Calderon saat itu tidak bisa diberikan kepada orang lain dan hanya berlaku jika digunakan pembelinya yang akan dicocokan dengan kartu identitas.
Maka berbagai pandangan yang mengklaim bahwa suporter Madrid merupakan kaum elit tapi namun fasis, sementara Atletico adalah kaum yang baik, jujur dan miskin itu bohong. Toh, pada nyatanya kedua suporter itu sama saja. Sama-sama membenci daerah otonomi, kaum oposisi, terutama kepada Catalan dan Basque.
Ultras Rojiblancos pernah berbuat ulah pada pertandingan Liga Champions melawan Juventus pada pertandingan fase grup terakhir. Kelompok Frente itu berdiri di dengan memakai syal dan bendera Frente sambil melakukan hormat fasis yang jelas dilarang pihak UEFA. Mereka tak peduli walaupun pengakuannya sebagai kelompok suporter baru saja diputus oleh pihak klub akibat tragedi bentrokan dengan Ultras Deportivo pada November 2014 silam.
Aksi gila Frente pada saat laga tandang pun terjadi ketika menyambangi kandang FC Porto tahun 2005. Mereka melempar suar (red flare), bom asap (smoke bom) dan botol saat pertandingan berlangsung. Aksi itu diiringi dengan nyanyian rasisme kapada para suporter Porto.
"Orang-orang ini (Frente) tidak bisa ada di sepakbola. Kami ingin kekerasan meninggalkan sepakbola dan mengubah aturan untuk sanksi keras klub yang membiayai radikalisme," ujar Presiden LFP, Javier Tebas.
Bahkan Tebas berjanji akan membuat daftar semua kelompok Ultras. Jika ada kesebelasan yang bekerja sama secara langsung maupun tidak dengan mereka, mereka diwajibkan membayar denda bahkan dikenai pengurangan poin dan degradasi.
Lantas, apakah upaya dari pihak LFP itu bisa membuat ultras jera? Tentu saja tidak. Pasalnya, ultras sendiri selalu memiliki banyak cara untuk menyusup ke dalam stadion. Atau setidaknya mereka menyaksikan pertandingan di bar-bar yang dikuasainya dan bisa berbuat ulah lebih liar di sekitaran stadion. Sementara itu, pihak LFP sendiri kian bias dalam memberikan hukuman. Contohnya, hanya bernyanyi "Ronaldo pemabuk" pun Barcelona harus dihukum pertandingan tanpa penonton.
Frente Atletico, barangkali memang serupa kelompok-kelompok ultras yang lain. Kecintaan dan loyalitasnya sering diungkapkan dengan cara berlebihan, sehingga sering menimbulkan keributan. Makanya, dibandingkan pendukung, kelompok ultras ini cenderung dianggap sebagai pembuat onar. Tapi sepakbola dan ultras adalah dua hal yang memang berdampingan. Selama Atletico Madrid ada, selama itu pula Frente Atletico akan terus menjalankan aksinya. Lagipula, tanpa Frente, rasanya sepakbola Madrid tidak akan seseksi ini.
Mandiri88
0 komentar:
Post a Comment