Gelaran Piala AFF 2010 menjadi momen awal Filipina menegaskan status mereka yang kini tak lagi sekadar sebagai tim pelengkap sepakbola Asia Tenggara
Master Senior Agen Online Betting Terpercaya - Jauh sebelum saat ini, mungkin tak akan ada yang mengira jika Filipina bakal mampu menjadi salah satu kekuatan utama sepakbola Asia Tenggara. Maklum, sejak awal berkiprah di Piala AFF - turnamen yang menjadi tolok ukur prestasi tim-tim Asia Tenggara - pada 1996 silam, pasukan The Azkals tak pernah mencatatkan prestasi mengesankan dan selalu gugur di fase kualifikasi hingga 2007, bahkan pada edisi 2008 mereka sama sekali tak ambil bagian. Namun segalanya berubah pada gelaran Piala AFF 2010 dalam laga penyisihan grup mereka yang berlangsung di Vietnam. Di sana, titik balik prestasi Filipina bermula dengan menghadirkan kejutan saat menahan imbang tim kuat Singapura 1-1 di My Dinh Stadium Hanoi pada 2 Desember lima tahun yang lalu.
Secara cemerlang Filipina yang saat itu diasuh pelatih muda asal Inggris, Simon McMenemy menorehkan pencapaian fenomenal dengan melewati tiga laga fase grup tanpa kekalahan dan bahkan mampu melibas tuan rumah Vietnam dengan skor 2-0 sebelum langkah mengejutkan mereka harus terhenti di semi-final usai kalah agregat 2-0 dari Indonesia. Jika dibedah lebih dalam, sejatinya kebangkitan Filipina bukanlah suatu kebetulan. Hal tersebut tak lepas dari kebijakan federasi mereka (PFF) yang gencar untuk memanggil sejumlah pemain keturunan mereka yang bermain di mancanegara. Gelombang pertama diawali dengan hadirnya Younghusband bersaudara, Phil dan James hingga Neil Etheridge, kiper andalan mereka yang saat itu berstatus sebagai penggawa klub Inggris, Fulham. Dibandingkan dengan Indonesia yang juga sempat memiliki wacana untuk menarik pemain keturunan terutama yang berada di Eropa, Filipina lebih mudah melakukan hal itu lantaran sistem hukum kewarganegaraan negera yang terletak di utara pulau Sulawesi tersebut menganut sistem multiple citizenship atau kewarganegaraan ganda. Jadi, para pemain 'asing' dapat memperkuat timnas Filipina tanpa harus kehilangan status dan hak-hak sebagai warganegara asal atau kelahiran mereka. Selepas pencapaian gemilang Filipina yang mampu menembus empat besar Piala AFF 2010, kebijakan memanggil para pemain keturunan terus berlanjut dan menjadi program utama mereka untuk meningkatkan kualitas tim. Program yang membuahkan hasil konsisten, dalam dua gelaran Piala AFF terakhir mereka selalu mampu menembus babak semi-final.
Filipina bisa dikatakan sebagai tim Asia Tenggara yang memiliki lonjakan prestasi paling drastis dalam dekade saat ini. Bukti lain, Skuat yang sekarang dibesut pelatih asal Amerika Serikat, Thomas Dooley tersebut mencatatkan rekor peringkat FIFA tertinggi dalam sejarah mereka dengan menempati posisi 124 pada bulan Juli tahun ini, membuat mereka menjadi yang terdepan di antara negara-negara unggulan Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan tak ketinggalan Indonesia. Seiring dengan bertambah banyaknya pemain-pemain keturunan mancanegara yang memiliki kualitas mumpuni seperti bomber kelahiran Spanyol, Javier Patino yang kini menjadi mesin gol Henan Jianye di Chinese Super League hingga gelandang yang merumput di Bundesliga Jerman, Stephan Schrock, performa Filipina kian menanjak dan mulai diperhitungkan untuk dapat bersaing dalam perebutan trofi Piala AFF 2016, di mana mereka akan menjadi salah satu tuan rumah bersama Myanmar. Tak hanya di Asia Tenggara, kekuatan mereka pun mulai menjadi ancaman serius bagi tim-tim papan atas Asia. Dalam fase grup kualifikasi Piala Dunia 2018, The Azkals mampu menghadirkan perlawanan sengit di antaranya menaklukkan Bahrain dan menahan imbang Korea Utara tanpa gol di kandangnya. Jika mereka terus konsisten berada dalam jalur yang benar dalam mengembangkan sepakbola mereka, Filipina akan menjadi pesaing berat bagi Indonesia yang juga sama-sama membidik trofi perdana di sepakbola Asia Tenggara.
Salam Admin Mandiri88
Master Senior Agen Online Betting Terpercaya - Jauh sebelum saat ini, mungkin tak akan ada yang mengira jika Filipina bakal mampu menjadi salah satu kekuatan utama sepakbola Asia Tenggara. Maklum, sejak awal berkiprah di Piala AFF - turnamen yang menjadi tolok ukur prestasi tim-tim Asia Tenggara - pada 1996 silam, pasukan The Azkals tak pernah mencatatkan prestasi mengesankan dan selalu gugur di fase kualifikasi hingga 2007, bahkan pada edisi 2008 mereka sama sekali tak ambil bagian. Namun segalanya berubah pada gelaran Piala AFF 2010 dalam laga penyisihan grup mereka yang berlangsung di Vietnam. Di sana, titik balik prestasi Filipina bermula dengan menghadirkan kejutan saat menahan imbang tim kuat Singapura 1-1 di My Dinh Stadium Hanoi pada 2 Desember lima tahun yang lalu.
Secara cemerlang Filipina yang saat itu diasuh pelatih muda asal Inggris, Simon McMenemy menorehkan pencapaian fenomenal dengan melewati tiga laga fase grup tanpa kekalahan dan bahkan mampu melibas tuan rumah Vietnam dengan skor 2-0 sebelum langkah mengejutkan mereka harus terhenti di semi-final usai kalah agregat 2-0 dari Indonesia. Jika dibedah lebih dalam, sejatinya kebangkitan Filipina bukanlah suatu kebetulan. Hal tersebut tak lepas dari kebijakan federasi mereka (PFF) yang gencar untuk memanggil sejumlah pemain keturunan mereka yang bermain di mancanegara. Gelombang pertama diawali dengan hadirnya Younghusband bersaudara, Phil dan James hingga Neil Etheridge, kiper andalan mereka yang saat itu berstatus sebagai penggawa klub Inggris, Fulham. Dibandingkan dengan Indonesia yang juga sempat memiliki wacana untuk menarik pemain keturunan terutama yang berada di Eropa, Filipina lebih mudah melakukan hal itu lantaran sistem hukum kewarganegaraan negera yang terletak di utara pulau Sulawesi tersebut menganut sistem multiple citizenship atau kewarganegaraan ganda. Jadi, para pemain 'asing' dapat memperkuat timnas Filipina tanpa harus kehilangan status dan hak-hak sebagai warganegara asal atau kelahiran mereka. Selepas pencapaian gemilang Filipina yang mampu menembus empat besar Piala AFF 2010, kebijakan memanggil para pemain keturunan terus berlanjut dan menjadi program utama mereka untuk meningkatkan kualitas tim. Program yang membuahkan hasil konsisten, dalam dua gelaran Piala AFF terakhir mereka selalu mampu menembus babak semi-final.
Filipina bisa dikatakan sebagai tim Asia Tenggara yang memiliki lonjakan prestasi paling drastis dalam dekade saat ini. Bukti lain, Skuat yang sekarang dibesut pelatih asal Amerika Serikat, Thomas Dooley tersebut mencatatkan rekor peringkat FIFA tertinggi dalam sejarah mereka dengan menempati posisi 124 pada bulan Juli tahun ini, membuat mereka menjadi yang terdepan di antara negara-negara unggulan Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan tak ketinggalan Indonesia. Seiring dengan bertambah banyaknya pemain-pemain keturunan mancanegara yang memiliki kualitas mumpuni seperti bomber kelahiran Spanyol, Javier Patino yang kini menjadi mesin gol Henan Jianye di Chinese Super League hingga gelandang yang merumput di Bundesliga Jerman, Stephan Schrock, performa Filipina kian menanjak dan mulai diperhitungkan untuk dapat bersaing dalam perebutan trofi Piala AFF 2016, di mana mereka akan menjadi salah satu tuan rumah bersama Myanmar. Tak hanya di Asia Tenggara, kekuatan mereka pun mulai menjadi ancaman serius bagi tim-tim papan atas Asia. Dalam fase grup kualifikasi Piala Dunia 2018, The Azkals mampu menghadirkan perlawanan sengit di antaranya menaklukkan Bahrain dan menahan imbang Korea Utara tanpa gol di kandangnya. Jika mereka terus konsisten berada dalam jalur yang benar dalam mengembangkan sepakbola mereka, Filipina akan menjadi pesaing berat bagi Indonesia yang juga sama-sama membidik trofi perdana di sepakbola Asia Tenggara.
Salam Admin Mandiri88
0 komentar:
Post a Comment